
Karawang, Karawanghitz — Perkembangan kecerdasan buatan (AI) semakin pesat dan mulai mengubah lanskap dunia kerja secara signifikan. Berbagai sektor industri kini merasakan dampak positif maupun tantangan yang ditimbulkan oleh adopsi teknologi ini.
Dalam laporan terbaru dari McKinsey & Company, diperkirakan bahwa Artificial intelligence akan menggantikan sekitar 30% pekerjaan manusia dalam satu dekade mendatang. Namun, laporan tersebut juga menyebutkan bahwa AI akan menciptakan peluang baru yang lebih besar dibandingkan pekerjaan yang hilang.
“Kecerdasan buatan bukan hanya menggantikan tugas-tugas rutin, tetapi juga membantu menciptakan peran baru yang lebih kompleks dan bernilai tinggi,” ujar Athul Paul Jacob, seorang pakar Artificial intelligence dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Menurutnya, adaptasi dan pelatihan ulang tenaga kerja menjadi kunci utama untuk menghadapi transformasi ini.
Sektor yang Paling Terdampak dari AI
Berdasarkan studi dari Harvard Business Review, beberapa sektor yang paling terdampak oleh perkembangan Artificial intelligence meliputi manufaktur, layanan pelanggan, dan sektor keuangan. Dalam industri manufaktur, penggunaan robot Artificial intelligence telah mengurangi kebutuhan akan pekerja manual dalam proses produksi. Sementara itu, dalam sektor layanan pelanggan, chatbot berbasis Artificial intelligence kini mampu menangani sebagian besar pertanyaan dasar dari pelanggan, mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manusia.
“Kami telah melihat peningkatan efisiensi hingga 40% setelah menerapkan Artificial intelligence dalam layanan pelanggan kami,” kata Chris Feng, CEO sebuah perusahaan e-commerce terkemuka di Asia. Menurutnya, teknologi ini memungkinkan bisnis untuk berkembang lebih cepat dengan biaya operasional yang lebih rendah.
Tantangan dan Peluang bagi Tenaga Kerja
Meski Artificial intelligence menghadirkan efisiensi yang lebih tinggi, ada kekhawatiran mengenai meningkatnya pengangguran akibat otomatisasi. Alan Turing, salah satu pelopor dalam bidang Artificial intelligence, dalam wawancaranya dengan Stanford Artificial Intelligence Lab, menekankan bahwa transformasi ini harus diiringi dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja.
“Kita perlu berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan ulang agar tenaga kerja kita siap menghadapi era Artificial intelligence. Profesi baru seperti spesialis Artificial intelligence, analis data, dan insinyur machine learning akan semakin dibutuhkan dalam beberapa tahun ke depan,” kata Alan.
Sementara itu, laporan dari World Economic Forum (WEF) memperkirakan bahwa meskipun beberapa pekerjaan akan tergantikan, Artificial intelligence juga akan menciptakan sekitar 97 juta pekerjaan baru secara global pada tahun 2027. Oleh karena itu, banyak perusahaan kini mulai berinvestasi dalam pelatihan karyawan mereka agar lebih siap menghadapi perubahan ini.
Regulasi dan Etika dalam Penggunaan AI
Di tengah perkembangan pesat ini, regulasi mengenai penggunaan kecerdasan buatan menjadi topik yang semakin diperbincangkan. Pemerintah di berbagai negara mulai merancang kebijakan untuk memastikan bahwa Artificial intelligence digunakan secara etis dan tidak merugikan tenaga kerja manusia.
“Kami sedang mengembangkan regulasi yang memastikan bahwa Artificial intelligence digunakan secara bertanggung jawab, terutama dalam sektor yang menyangkut kepentingan publik seperti kesehatan dan keuangan,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, Meutya Viada Hafid, dalam konferensi Artificial intelligence Summit 2025.
Para ahli juga menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan Artificial intelligence untuk menghindari bias algoritma yang dapat merugikan kelompok tertentu. Sebuah studi dari jurnal Nature Machine Intelligence menyatakan bahwa algoritma Artificial intelligence harus dikembangkan dengan standar yang jelas agar tidak menimbulkan diskriminasi dalam proses rekrutmen atau pelayanan publik.
Perkembangan Artificial intelligence memberikan dampak yang signifikan bagi dunia kerja, baik dari segi efisiensi maupun tantangan yang ditimbulkannya. Sementara beberapa pekerjaan akan tergantikan oleh teknologi ini, peluang baru juga muncul bagi mereka yang siap beradaptasi. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan ulang menjadi elemen krusial dalam memastikan bahwa tenaga kerja dapat bersaing di era digital ini. Pemerintah dan industri harus bekerja sama dalam menciptakan regulasi yang memastikan Artificial intelligence digunakan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab, demi masa depan dunia kerja yang lebih inklusif dan berkelanjutan.