Pendidikan

Gotong Royong di Era Modern: Pandangan Mahasiswa UBSI

×

Gotong Royong di Era Modern: Pandangan Mahasiswa UBSI

Sebarkan artikel ini
Gotong Royong
Sumber Gambar: Pin

Karawang, Karawanghitz — Gotong royong sejak lama telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Indonesia. Nilai kebersamaan, tolong-menolong, dan solidaritas sosial tercermin dalam setiap kegiatan yang dilakukan bersama tanpa pamrih. Namun, seiring perkembangan zaman dan semakin majunya teknologi, muncul pertanyaan penting: apakah semangat kerja sama masih relevan dan hidup di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa?

Sebagian besar mahasiswa UBSI menyadari bahwa makna gotong royong mengalami pergeseran makna. Jika dahulu kerja sama identik dengan kerja bakti di lingkungan kampung seperti membersihkan selokan atau membangun rumah warga secara bersama-sama, kini praktiknya lebih variatif.

Menurut Shabrina, mahasiswa Prodi Sistem Informasi, kerja sama kini banyak muncul dalam bentuk kerja kelompok, kolaborasi organisasi, hingga aksi solidaritas di media sosial. “Zaman sekarang, kerja sama itu enggak selalu harus angkat cangkul atau sapu. Kami bisa kerja sama dalam bentuk saling bantu menyelesaikan tugas, galang dana online, bahkan berbagi ilmu melalui komunitas belajar,” ujarnya.

Pandangan ini juga diamini oleh Danu, mahasiswa dari Prodi Teknologi Informasi, yang melihat bahwa bentuk kerja sama menyesuaikan dengan tantangan zaman. “Kita tetap gotong royong, tapi medianya aja yang beda. Dulu mungkin fisik, sekarang bisa digital. Misalnya, saling bantu teman yang kesulitan mengakses materi kuliah atau membuat konten bareng untuk tujuan edukasi,” katanya.

Gotong Royong Digital: Efektif atau Justru Semu?

Perkembangan teknologi digital memang membawa dampak besar terhadap cara manusia berinteraksi, termasuk dalam hal kerja sama. Di satu sisi, media sosial dan platform digital memudahkan penyebaran informasi dan ajakan kolaborasi. Namun, tak sedikit yang menilai bahwa semangat kerja sama digital cenderung bersifat instan dan tidak mendalam.

Hal ini disoroti oleh Nabila, mahasiswi Ilmu Komunikasi UBSI, yang menyatakan bahwa semangat gotong royong saat ini kerap dikotakkan dalam tren atau kampanye sesaat. “Sering kali kita ikut bantu karena sedang viral. Tapi setelah itu, semangatnya cepat redup. Padahal kerja sama seharusnya jadi budaya, bukan sekadar respons sesaat,” ucapnya kritis.

Gotong Royong Masih Diperlukan di Kehidupan Kampus

Dalam konteks kehidupan kampus, gotong royong masih sangat dibutuhkan. Banyak mahasiswa UBSI mengakui bahwa kolaborasi dan kerja sama menjadi bagian penting dalam menyelesaikan proyek, mengorganisasi acara, hingga membentuk jaringan sosial yang kuat. Menurut Riska, pengurus salah satu organisasi kemahasiswaan, kerja sama menjadi pondasi utama dalam menjalankan berbagai kegiatan kampus. “Kalau enggak kerja sama enggak mungkin acara besar seperti seminar, lomba, atau kegiatan sosial bisa jalan. Semuanya tergantung kerjasama tim dan rasa peduli satu sama lain,” ungkapnya.

Rasa kepedulian dan semangat membantu ini juga terlihat saat ada mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi. Beberapa organisasi mahasiswa kerap menggalang dana atau memberi bantuan secara diam-diam agar mahasiswa tersebut tetap bisa kuliah. Praktik ini menunjukkan bahwa meski zaman berubah, nilai gotong royong masih hidup di hati para mahasiswa UBSI.

Menumbuhkan Semangat Gotong Royong Melalui Pendidikan

Para mahasiswa juga sepakat bahwa semangat kerja sama perlu terus ditumbuhkan melalui pendekatan edukatif. Menurut mereka, kampus bisa mengambil peran aktif dengan memasukkan nilai-nilai gotong royong dalam berbagai mata kuliah, kegiatan organisasi, hingga program pengabdian masyarakat.

“Kalau gotong royong cuma jadi sejarah atau wacana, lama-lama bisa luntur. Tapi kalau dikemas dalam praktik nyata, seperti kegiatan sosial mahasiswa, magang berbasis komunitas, atau proyek lintas jurusan, semangat itu bisa hidup terus,” ujar Ferdy, mahasiswa UBSI tingkat akhir.

Gotong Royong Harus Menjadi Identitas Generasi Muda

Dari berbagai pandangan mahasiswa UBSI, dapat disimpulkan bahwa kerja sama bukanlah konsep usang yang hanya hidup di masa lalu. Ia justru berkembang menjadi bentuk-bentuk baru yang sesuai dengan zaman. Mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda memiliki peran penting untuk menjaga dan menghidupkan nilai kerja sama, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.

Semangat berbagi, peduli, dan bekerja sama perlu terus dipupuk agar Indonesia tetap menjadi bangsa yang kuat dalam solidaritas dan kebersamaan. Dengan begitu, gotong royong tidak hanya menjadi cerita dari masa lalu, tapi tetap relevan dan mengakar dalam kehidupan mahasiswa masa kini.